BKPM Harus Lebih Waspada Terima Investasi Sektor SDA
Anggota Komisi VI DPR RI Khilmi, foto : andri/hr
Anggota Komisi VI DPR RI Khilmi mengatakan bahwa ke depannya BKPM harus bersikap waspada dan lebih berhati-hati dalam menerima investasi yang terkait dengan sektor sumber daya alam di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sumber daya alam yang ada pada saat ini bisa habis dan punah.
"Kalau kita mengobral investasi sumber daya alam tetapi tidak memperhitungkan industri-industri turunannya maka negara akan sangat dirugikan. Karena yang paling mahal adalah hasil produk industri turunan tersebut," ucap Khilmi di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (06/6/2018).
Ia menegaskan, kalau para investor itu tidak mau membangun industri hingga hilirnya, maka sebaiknya jangan diberikan izin. "BPKS Sabang dan BP Batam diharapkan bisa berkoordinasi dengan BKPM untuk dapat mengatur agar para investor itu mau membuat industri mulai dari hulu sampai hilirnya, sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi penduduk sekitar.
"Banyak investasi di bidang sumber daya alam yang masuk ke Indonesia, dan bahayanya adalah tanpa batasan. Dimana semua orang yang memiliki Ijin Usaha Pertambangan (IUP) bisa membuat smelter. Untuk ke depannya hal ini menjadi sangat berbahaya bagi negara kita," ujarnya.
Dikatakannya, perkembangan BP Batam sejak dahulu hingga kini masih belum ada peningkatan, padahal setiap tahun diberi anggaran yang cukup besar.
"Untuk investasi yang berhubungan dengan sumber daya alam harus dibuat kajian secara mendalam. Investor yang ingin berinvestasi di bidang yang berhubungan dengan sumber daya alam harus juga membuat industri hingga produk turunannya di Indonesia," tandas politisi Fraksi Gerindra itu.
Jangan sampai baru setengah jadi sudah dibawa ke luar negeri. Hal itu menyebabkan nilai tambah untuk negara kita menjadi sangat kecil, sambungnya. "Apalagi orang yang diberikan izin oleh BKPM itu juga mendapatkan izin kuota impor. Kuotanya diimpor terus dipenuhi tetapi industri turunannya tidak pernah dibangun," pungkasnya. (dep/sc)